Selamat Datang Di Blog Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Blog ini merupakan kumpulan/arsip tugas kuliah dan juga r eferensi perkuliahan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Sabtu, 13 Juni 2009

DAMPAK YANG DIHASILKAN DARI SUMBER DAYA NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dampak Dampak adalah ukuran atau skala kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu usaha atau kegiatan terhadap lingkungan. Jadi sekecil apa pun unit usaha atau kegiatan bila menimbulkan dampak tetap harus melewati amdal sebelum mendapatkan izin usaha. 1.2. Nuklir Sebagai Alternatif Sumber Listrik Tidak hanya untuk senjata, ternyata nuklir memiliki manfaat lain yang positif yaitu dapat digunakan sebagai penghasil sumber energi listrik. Melalui pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), energi yang dihasilkan dapat disalurkan untuk memasok persediaan listrik. Namun, untuk mewujudkan hal ini memerlukan proses dan waktu yang lama. Apalagi, pola pikir masyarakat yang belum bisa melihat bahwa ada potensi positif di dalam energi nuklir. Proses pemanfaatan energi nuklir pada PLTN terjadi saat reaksi nuklir mengeluarkan energi panas. Setelah itu, panas diserap oleh air dan air mengeluarkan uap. Uap akan menggerakkan turbin dan mengeluarkan energi listrik, terciptalah energi listrik. Indonesia memiliki potensi kandungan nuklir yang besar di Pulau Kalimantan. Energi ini bisa dimanfaatkan untuk jangka waktu 11 tahun. Namun, untuk mengoperasikan PLTN tidak perlu menggali potensi alam tersebut, tapi dapat membeli di perusahaan yang menjual uranium. Manfaat energi nuklir untuk pembangkitan listrik terbagi atas diversifikasi yaitu pasokan energi dalam bentuk listrik. Sementara itu, pemanfaatan energi nuklir untuk penggunaan nonlistrik terjadi pada pengembangan konsep reaktor co-generation untuk produksi air bersih, dan penggunaan proses panas seperti untuk industri, pencairan gasifikasi batubara, produksi hidrogen, enhance oil recovery, dan lain-lain. BAB II DASAR TEORI 2.1. Peraturan Perundangan Peraturan merupakan intrumen hukum yang sangat dibutuhkan dalam menjamin lingkungan terhadap dampak negatif suatu instalasi nuklir dan failitas pendukungnya. Saat ini Indonesia telah memiliki perangkat hukum lingkungan yang cukup memadai, seperti berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan setingkat Menteri yang mengatur terkait masalah pengelolaan lingkungan. Adapun peraturan yang terkait pengelolaan lingkungan instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya, meliputi: 1. UU 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. UU 10 tahun 1997 tentang Ketenaga nukliran. 3. PP No. 26 Tahun 2002 tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif. 4. PP No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. 5. PP No. 33 Th 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan KeamananSumber Radioaktif. 6. Perka No 02/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan. 7. Perka Nomor 02-P/Ka-BAPETEN/VI-99 tentang Pedoman Proteksi Fisik Bahan Nuklir 8. Perka No. 03/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif. 9. Perka No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif. 10. Perka No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. 11. Perka No 06/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Pembangunan dan Pengoperasian Reaktor Nuklir 12. Perka Nomor 11 Tahun 2007 tentang Ketentuan Keselamatan Instalasi Nuklir Non Reaktor. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah belum dirumuskannya peraturan tentang baku mutu limbah cair, baku mutu limbah padat dan baku mutu emisi untuk zat radioaktif. Dasar hukum yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pemantauwan lingkungan adalah Perka No 02/Ka-BAPETEN/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas di Lingkungan yang merupakan baku mutu ambien sehingga hasil pemantauan lingkungan tidak representatif menggambarkan keadaan sistem di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya. 2.2. Teknologi Nuklir Untuk Kelistrikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada dasarnya sama dengan pembangit listrik tenaga uap lainnya. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menggunakan uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari pemanasan air dalam boiler . Uap air bertekanan tinggi tersebut dihasilkan dengan membakar batubara, gas, minyak, kayu dan bahan-bahan lain yang dapat terbakar seperti limbah tebu, kelapa sawit, sekam, dll. Uap air hasil pembakaran tersebut akan memutar turbin generator yang kemudian menghasilkan energi litrik. Keseluruhan proses tersebut terjadi dalam satu siklus tertutup. Perbedaan mendasar PLTU lainnya yaitu PLTN adalah pemanasan air pada PLTN dilakukan oleh pembelahan inti reaksi bahan fosil seperti uranium didalam reaktor Reaksi pembelahan inti uranium terjadi dalam reaktor. Didalam reaktor reaksi tersebut terjadi secara berantai pada saat inti dari uranium dalam hal ini U-235 atau U-233 terbelah bereaksi dengan neutron yang akan menghasilkan berbagai unsur lainnya dalm waktu yang sangat cepat, proses ini akan menimbulkan panas dan netron-netron baru. Panas yang berasal dari inti reaktor dialirkan ke sistem pendingin primer, untuk kemudian dilewatkan pada alat penukar panas dan selanjutnya panas dibuang ke lingkungan melalui sistem pendingin sekunder. Adapun bagian-bagian terpenting dari reaktor seperti pelindung atau perisai, elemen bahan bakar, elemen kendali dan moderator. Sedangkan jenis-jenis pendingin pada reaktor nuklir antara lain reaktor nuklir dengan pendingin gas, reaktor air biasa terdiri dari reaktor air mendidih dan reaktor air tekanan, selain itu reaktor jenis reaktor air berat dan reaktor pembiak cepat. PLTN di Indonesia akan menggunakan reaktor jenis PWR (Pressurized Water Reactor) karena teknologi reaktor ini banyak digunakan di seluruh dunia. Reaktor jenis ini terdiri dari sebuah bejana yang penuh air yang diletakan bahan bakar yang disusun dalam pipa-pipa yang dipasang berkelompok. Bahan bakar yang dipakai adalah U-235 untuk menghasilkan panas yang akan memanaskan air. Karena bejana terisi penuh, maka tidak terjadi uap melainkan tekanan tinggi yang akan disalurkan ke penghasil uap untuk kemudian memutar turbin bagi menghasilkan energi litrik. Sifat-sifat Nuklir Dalam Memenuhi Kebutuhan Energi: - Volume limbahkecil, mudah dikumpulkan, diprosesdandisimpan diisolasidarilingkunganmanusia). - Pembelahan melalui reaksi intidengan neutron tidak menimbulkan polutan organic sebaliknya batu bara dibakar dengan oksigen, menimbulkan polutan organik dan non-organik: VHC, SOX, NOX, dan lain lain yang berbahaya bagi kesehatan). - Polusi radiasi mudah diatasi dengan perisai dan sistem keselamatan lain. - Bahan bakar bersifat kuasi –domestik (mudah diperoleh dipasar internasional dan dapat ditimbun). - Sumber daya energi nuklir mampu memasok energi dengan skala besar dan untuk jangka panjang. BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia Pada tahun 1990 diprediksi tingkat pertumbuhan kebutuhan energi listrik di Indonesi sekitar 8,2 % setiap tahunnya, kenyataannya ramalan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan bahwa di tahun 1992 kebutuhan energi listrik Indonesia justru meningkat secara mengejutkan yakni 18% rata-rata setiap tahun. Pada 2001, terjadi kenaikan permintaan listrik sebesar 6,4 persen, disusul kemudian pada 2002 menjadi 12,8 persen. Diprediksi tahun 2010 mendatang kenaikan permintaan rata-rata menjadi 7 persen setiap tahunnya sebagaimana disajikan pada tabel yang dikeluarkan oleh PT PLN dibawah ini. Tabel-1: Kebutuhan Energi Listrik di Indonesia Description 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Energy Sales (GWh) 99,012 104,985 111,858 119,222 127,194 135,691 144,763 154,448 164,794 Growth Rate (%) - 6.03 6.55 6.58 6.69 6.68 6.69 6.69 6.70 Production (GWH) 115,116 122,692 130,714 139,332 148,649 158,579 169,182 180,500 192,590 Peak Demand (MW) 21,902 23,343 24,869 26,509 28,282 30,171 32,188 34,342 36,642 Installed Capacity 27,503 28,356 29,356 30,529 31,578 31,601 31,608 31,566 31,380 Dari fakta-fakta ini pihak pemerintah menyakinkan bahwa pembangunan PLTN merupakan salah satu solusi alternatif untuk penyediaan energi listrik. Keyakinan ini dipekuat dengan kebijakan pemerintah untuk segera mungkin mengakhiri ketergantungan kepada energi fosil yang menjadi bahan bakar dominan pada pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Batubara masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu 45 persen. Gas alam menduduki tingkat kedua, yakni 27 persen. Sisanya dipasok dari energi minyak sebesar 13 persen dan energi terbarukan 15 persen. Energi nuklir berpotensi menekan pemakaian listrik hingga 18 persen dan bahan bakar sampai 8 persen. Selain itu, ketergantungan terhadap bahan bakar fosil memberikan dampak pada polusi gas rumah kaca (terutama CO2) akibat pembakaran bahan bakar fosil. Pemakaian energi nuklir sebagai sumber bahan bakar juga mampu mengurangi polutan CO2 sampai 8 persen yang berarti PLTN dipresepsi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan. Nuklir, Energi Masa Depan Tiga perempat penduduk dunia hidup di negara berkembang. Sejumlah besar masih hidup dengan standar yang sangat rendah. Mereka hanya memiliki cukup makanan untuk bisa bertahan, sedikit perabot dan sangat rentan terhadap bencana alam kekeringan dan penyakit. Produksi pangan sering masih bergantung pada kekuatan otot manusia atau pada tenaga hewan. Mereka mengkonsumsi energi sangat sedikit, hanya sekitar seperempat energi global dan seperlima listrik yang diproduksi dunia. Sebagian besar mereka menggunakan kayu api sebagai sumber energinya yang sangat vital. Dua milyar orang dari mereka, hampir sepertiga penduduk dunia, tak memiliki akses pada kelistrikan. Secara rata-rata, masing-masing orang di negara berkembang mengkonsumsi hanya seperenam energi dari orang di Eropa Barat atau Jepang, dan hanya seperlimabelas dari orang di Amerika Serikat. Meski demikian kebutuhan mereka terhadap energi telah mulai meningkat cepat. Konsumsi energi dunia tumbuh dua puluh kali lipat sejak 1850 sementara populasi dunia tumbuh hanya empat kali lipat. Sejak 1955, ketika stasion pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama dibangun, konsumsi telah tiga kali lipat. Pada pertumbuhan awal terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu-bara, namun lima puluh tahun terakhir terjadi peningkatan luar biasa dalam penggunaan minyak dan gas alam. Selama 1950-an dan 1960-an bahan bakar ini, terutama minyak, adalah melimpah dan murah. Kelimpahan dan kemurahannya menjadi salah satu faktor utama terhadap laju pertumbuhan yang tidak pernah ada sebelumnya yang dicapai dalam ledakan ekonomi negara-negara industri. Sejak 1960-an konsumsi energi primer keseluruhan meningkat secara tetap, mencerminkan efek-efek gabungan dari pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Laju pertumbuhan sempat melambat dalam beberapa tahun pertama setelah goncangan harga minyak pada 1973 dan 1979, namun pola dasar tampak tak berubah. Tetapi sejak awal 1970-an mulai ada perbedaan-perbedaan besar di antara kawasan-kawasan. Kurva konsumsi energi di negara-negara industri yang termasuk OECD mulai datar, sementara di negara-negara berkembang meningkat secara mantap. Misalnya, antara 1974 dan 1989, konsumsi energi per kapita di negara-negara OECD hanya bertambah secara marginal sementara GDP per kapita bertambah sebesar 36%, yang berarti bahwa peningkatan dalam efisiensi pada penggunaan energi primer dicapai selama periode ini. Namun, penggunaan listrik yang diikuti oleh peningkatan GDP juga mengindikasikan bahwa peningkatan efisiensi dicapai melalui suatu penggeseran dari energi primer ke listrik dalam penggunaan akhir. Energi nuklir telah memainkan peran signifikan dalam suplai listrik dunia dan sumber utama listrik di sejumlah negara. Produksi listrik dunia dari nuklir tumbuh cepat dan kini menyumbang hampir seperlima listrik yang dibangkitkan di negara-negara industri atau 17% pada produksi listrik dunia, dan berkisar 5% konsumsi energi primer dunia. Banyak studi menunjukkan bahwa PLTN dapat berkompetitif penuh dengan alternatif-alternatifnya di banyak negara. Namun, di beberapa negara, di mana limpahan bahan bakar fossil tersedia pada biaya rendah atau di mana grid daya listrik terlalu kecil untuk mengakomodasi unit nuklir yang besar, PLTN cenderung tidak kompetitif. Dari titik pandang independensi terhadap fluktuasi harga dan ketersediaan suplai energi PLTN mempunyai keuntungan-keuntungan nyata dibanding bahan bakar fossil jika ini harus di impor. Alasannya PLTN memerlukan kuantitas bahan bakar yang kecil yang dapat diadakan secara komparatif murah dan pemilik pembangkit dengan mudah dan secara ekonomis menyimpan bahan bakar untuk beberapa tahun untuk keperluan masa depan. Untuk melukiskan kandungan energi uranium yang luar biasa bahwa 1 kilogram uranium deplesi jika digunakan dalam sebuah reaktor cepat akan memberikan energi setara dengan 1800 ton batu-bara. Pemikiran terbaru bahwa reaktor-reaktor cepat akan menjadi sumber paling murah daya listrik beban dasar. Kapan ini terjadi tergantung pada tingkat pengembangan desain reaktor dan harga uranium masa depan serta jasa-jasa pendaur bahan bakar nuklir. Dipercaya bahwa listrik dari reaktor-reaktor cepat ukuran komersial dapat bersaing dalam harga dengan yang dari reaktor-reaktor termal yang ada sekarang. Reaktor-reaktor cepat ini mungkin dapat beroperasi dalam dekade kedua abad ini. Penggunaan reaktor-reaktor cepat ketimbang reaktor-reaktor termal akan meningkatkan rekoverabel energi dari cadangan uranium dunia sekitar enam puluh kali lipat. Kebutuhan energi terus tumbuh sementara minyak dan gas tidak akan dapat mempertahankan andil mereka dalam memasok begitu jauh di masa depan. Minyak dan gas alam akan menyumbang secara signifikan paling banter selama 30 tahun pada laju penggunaan sekarang namun tidak mempunyai prospek ekspansi jangka panjang. Peningkatan dua kali tuntutan energi dunia dengan penggunaan minyak dan gas dipertahankan pada level sekarang akan memerlukan tiga setengah kali lipat peningkatan dari sumber-sumber lain. Jadi, akan ada suatu keperluan energi ekstra yang meningkat yang hanya dapat hadir dari batubara, nuklir atau sumber-sumber energi terbarukan, dan mungkin dari percampuran ketiganya. Suplai energi dari batu-bara dan nuklir akan meningkat secara berarti dan keduanya akan mampu memenuhi tuntutan yang meningkat selama beberapa abad yang akan datang. Suatu ekspansi luar biasa dari suplai batu-bara akan diperlukan dalam sementara waktu, mungkin tiga kali lipat, kecuali dipotong dengan penghematan dan kontribusi-kontribusi dari sumber-sumber yang dapat diperbarui. Beberapa sumber-sumber energi yang dapat diperbarui, sebagai tambahan terhadap yang kini digunakan, juga mempunyai harapan, namun kontribusinya umumnya terbatas oleh ketersediaan, skala dan biaya. Kebijakan non-nuklir akan mendorong peningkatan harga-harga energi, menyebabkan kerentanan ekonomi, membuat industri kurang kompetitif, mengurangi standar-standar kehidupan dan menimbulkan risiko pengangguran lebih tinggi. Peningkatan harga semua bahan bakar fossil terjadi ketika cadangan-cadangan makin berkurang dan makin sulitnya sumber-sumber berproduksi. Kesulitan-kesulitan mencapai suatu pertumbuhan yang demikian besar dalam industri bahan bakar fossil plus risiko-risiko yang terkait lingkungan telah memperkuat desakan untuk mengadopsi lebih banyak penggunaan PLTN (dan pembangkit panas nuklir) di mana saja secara teknis dan ekonomis layak. Hal ini, mengingat PLTN telah terbukti dan mempunyai potensial paling besar dalam sumber-sumber daya yang menawarkan prospek jangka panjang untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan energi dunia sambil tetap menjaga harga energi mendekati tingkat yang sekarang. Harga listrik nuklir tidak perlu bertambah secara signifikan di atas yang sekarang dialami karena biaya-biaya bahan bakar adalah merupakan bagian yang paling kecil dari biaya total produksinya, terutama dalam reaktor cepat. Namun, tidaklah realistis mengharapkan nuklir untuk meningkatkan andilnya dalam suplai energi primer total dunia melebihi di atas seperlima hingga 2020, meskipun dalam jangka panjang suatu andil yang lebih besar dapat dicapai, bahkan dengan reaktor-reaktor cepat dapat berlangsung ribuan tahun. Penggunaan energi nuklir akan berdampak pada penghematan bahan bakar fossil dan perlindungan lingkungan. Pembangkitan listrik bertanggungjawab atas 25% konsumsi bahan bakar fossil dunia. Dengan menggunakan energi nuklir untuk menghasilkan listrik akan mengurangi perlunya membakar bahan bakar ini, sehingga cadangannya dapat bertahan lama. Tidak seperti halnya uranium yang digunakan untuk bahan bakar reaktor-reaktor nuklir saja, maka minyak, gas dan batu-bara merupakan stok bahan baku serbaguna yang potensial dan yang sekarang digunakan bagi industri kimia dunia. Dari industri ini dihasilkan plastik, obat-obatan sintetik, bahan-bahan pewarna dan banyak produk-produk lain pada mana kita menyandarkan diri. Minyak memberikan bahan bakar yang kompak dan menyenangkan untuk transportasi dan bila habis kebutuhan bahan bakar cair dari gas dan batu-bara akan meningkat. Alternatif jangka panjang mungkin hidrogen, yang akan diproduksi dari air menggunakan listrik nuklir, atau, untuk angkutan jalan dan kereta api, sebagai propulsinya langsung menggunakan listrik. Dengan menghemat bahan bakar fossil dunia, PLTN secara langsung memberi manfaat kepada negara-negara berkembang. Makin besar sumbangan nuklir, makin rendah laju peningkatan harga-harga bahan bakar fossil. Karena, biaya energi yang tinggi berarti bahwa makin banyak usaha diberikan dalam mendapatkan energi dan makin sedikit dihasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang telah dibebaskan dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang atau untuk tujuan-tujuan sosial-ekonomi. Sementara itu, penggunaan energi fossil telah mencapai suatu level sedemikian dampak-dampak lingkungannya menjadi penting melintasi skala lokal dan regional. Saat ini, keprihatinan utama tentang penggunaan yang meningkat dan berlanjut dari bahan bakar fossil adalah masalah emisi CO2. Muncul keprihatinan di antara para ahli bahwa peningkatan konsumsi bahan bakar fossil menyebabkan penimbunan karbon dioksida di atmosfer bumi yang dapat membawa efek-efek berbahaya pada iklim global. Selain itu, ada emisi-emisi berbahaya lain dari pembakaran batu-bara, beberapa di antaranya berkontribusi pada hujan asam yang dapat membahayakan danau-danau dan hutan. Pembakaran minyak dalam pembangkit-pembangkit listrik, tanur-tanur atau kendaraan-kendaraan juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan. Memang, masih banyak riset diperlukan untuk memahami apakah keprihatinan ini terbukti, namun pada tingkat ini akan tidak bijaksana untuk menganggap bahwa dunia akan mampu untuk terus secara tak terbatas menyandarkan konsumsinya pada bahan bakar fossil. Dengan demikian, penggunaan energi nuklir akan menghilangkan sumber dari beberapa masalah ini baik secara langsung dalam produksi listrik maupun di mana listrik nuklir menggantikan bahan bakar fosil, dalam pemanasan misalnya. Dalam operasi normal PLTN sangat sedikit menyebabkan kerusakan lingkungan dan bermanfaat bila mereka menggantikan pembangkit-pembangkit yang mengemisi CO2, SO2 dan NOx. Dalam kaitan ini mereka akan membantu mengurangi hujan asam dan membatasi emisi gas rumah kaca. Kendati demikian, di banyak negara muncul kepedulian publik signifikan terhadap PLTN dan oposisi terhadap pengenalan atau pengekspansiannya. Kepedulian-kepedulian terpusat pada risiko kecelakaan, pembuangan limbah radioaktif dan proliferasi senjata nuklir. Dua keprihatinan pertama berkaitan langsung dengan proteksi lingkungan. Orang mengkhawatirkan keselamatan PLTN dan efek-efeknya pada lingkungan yang timbul dari limbah-limbah nuklir. Meski, industri nuklir percaya bahwa baik keselamatan maupun limbah-limbah dapat ditangani sehingga risiko-risikonya terhadap publik dapat dipertahankan pada level paling tidak serendah yang dari industri-industri lain. Risiko potensial terhadap kesehatan dan lingkungan dari sebuah PLTN bergantung pada desain, tapak, konstruksi dan operasinya. Kemungkinan adanya bahaya tak lazim telah diketahui sejak awal pengembangan sistem energi nuklir dan bahwa tercapainya level keselamatan tingkat tinggi merupakan tujuan utama. Pertimbangan keselamatan telah menciptakan suatu strategi yang didasarkan pada konsep membangun barrier-barrier protektif berlapis terhadap pelepasan material radioaktif dan penggunaan peralatan tambahan untuk menjamin integritas barrier-barrier tersebut. Salah satu bentuk barrier (penghalang), yang diadopsi di beberapa negara untuk reaktor berpendingin dan bermoderator air, adalah sebuah pengungkung kuat yang didesain untuk mencegah setiap lepasan material radioaktif yang mungkin timbul sebagai akibat kecelakaan. Pentingnya keunggulan desain ini telah ditunjukkan secara baik oleh dua kecelakaan PLTN utama yang terjadi selama operasi: kecelakaan Three Mile Island, Amerika Serikat, pada 1979 dan Chernobyl, Ukraina, pada 1986. Kecelakaan Three Mile Island tidak menimbulkan efek berarti pada publik karena pengungkung berfungsi seperti dirancang. Kecelakaan ini telah menarik perhatian terhadap rekayasa kompleks yang terlibat dalam mencegah pelelehan bahan bakar dan yang mengandung efek-efek malfungsi utama lainya. Radioaktivitas total yang lepas dari kecelakaan ini kecil, dan dosis maksimum bagi individu yang hidup di dekat PLTN jauh di bawah batas-batas yang telah ditentukan Internasional. Pengungkungnya bekerja! Para ahli keselamatan reaktor sepakat bahwa bencana utama hanya dapat terjadi jika sebagian besar bahan bakar dalam teras reaktor meleleh. Peristiwa seperti ini terjadi jika pendingin teras reaktor hilang secara tiba-tiba. Oleh karenanya, perlengkapan sistem pendingin teras darurat harus selalu disiap-siagakan. Dalam hal kegagalan ini, yang menyebabkan pelelehan teras, reaktor biasanya dikungkung dalam bangunan yang dirancang untuk mencegah pelepasan radioaktif ke lingkungan. Sekitar seperempat biaya kapital reaktor-reaktor biasanya ditujukan bagi desain rekayasa untuk memperkuat keselamatan operator dan lingkungannya. Sebaliknya kecelakaan Chernobyl, yang memiliki defisiensi desain dan ketiadaan pengungkung, mempunyai konsekuensi-konsekuensi di luar tapak yang serius. Demikian seriusnya, kecelakaan ini telah meminta korban jiwa dan terjadi paparan radiasi dengan dosis signifikan ke lingkungan. Kecelakaan tersebut mengundang keprihatinan publik terhadap tiadanya struktur pengungkung substansial seperti standar reaktor di negara Barat. Disamping itu, desainnya sedemikian rupa sehingga kegagalan pendingin menyebabkan peningkatan output daya, tidak seperti reaktor Barat yang mempunyai koefisien rongga negatif sehingga kehilangan pendingin secara otomatis mengurangi output daya. Laporan ahli OECD menyimpulkan bahwa "kecelakaan Chernobyl tidak menjelaskan sesuatu fenomena baru yang sebelumnya tak diketahui atau isu-isu keselamatan yang tak terpecahkan atau lain-lain yang dicakup oleh program-program keselamatan reaktor untuk reaktor-reaktor daya komersial saat ini di negara-negara anggota OECD." Dengan alasan ini, kecelakaan tersebut tidak berpengaruh pada program PLTN dunia, selain hanya mempertegas kembali perlunya sistem-sistem reaktor direkayasa secara sempurna. Ada sejumlah kecelakaan dalam reaktor-reaktor eksperimental dan dalam satu bangunan penghasil plutonium militer, namun tak satupun yang menyebabkan kehilangan jiwa yang teridentifikasi di luar bangunan yang sesungguhnya, atau kontaminasi lingkungan jangka panjang. Meskipun rekaman keselamatan PLTN komersial begitu mengesankan dengan rekayasa struktur dan sistem reaktor yang ketat yang membuat pelepasan radioaktif katastrofik dari reaktor Barat hampir tidak mungkin, namun banyak yang tidak menginginkan dijalankannya sesuatu yang berisiko seperti ini. Ketakutan ini memperkuat perlawanan terhadap manfaat PLTN, serupa dengan katakutan orang akan jatuhnya pesawat terbang di atas kepala mereka, terlepas dari pentingnya transportasi udara itu sendiri. Akhirnya, keseimbangan antara risiko dan manfaat bukanlah latihan saintifik semata. Bagaimanapun, di tengah gaung kekhawatiran publik, nuklir dalam berbagai aplikasinya tetap menjadi harapan bagi kemakmuran masa depan 3.2. Instalasi Nuklir dan Fasilitas Pendukungnya di Indonesia Instalasi nuklir terdiri dari komponen yaitu: reaktor nuklir, fasilitas yang digunakan pemurnian, konversi, pengayaan bahan bakar nulir dan/atau pengolahan ulang bakar nuklir bekas dan fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas, Fasilitas pendukung antara lain: pengelolaan limbah dan laboratorium-laboratorium penelitian. Instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kontaminasi/pencemaran terhadap lingkungan apabila tidak dikendalikan dengan baik. Reaktor nuklir pada kondisi normal seharusnya tidak mengeluarkan produk fisi yang dihasilkan akan tetapi pada kenyataanya terdapat produksi fisi dapat dilepaskan selama poses aliran air pendingin dan kebocoran berhingga dari fluida atau uap air terkontaminasi. Fasilitas pengelolaan limbah dan laboratorium penelitian beresiko memberikan dampak terhadap lingkungan melalui kontaminasi terhadap komponen lingkungan hidup apabila tidak dikendalikan dengan baik. Pada fasilitas tersebut tentunya terdapat bahan-bahan padat, cair dan airborne yang bersifat radioaktif dengan berbagai karakteristik. 3.3. Sumber Daya Manusia di Instalasi Nuklir Dan Fasilitas Pendukungnya Dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir, faktor manusia memegang peran utama. Beberapa pengalaman terjadinya kecelakaan nuklir maupun radiasi yang pernah terjadi disebabkan oleh faktor kesalahan manusia. Mengingat tenaga nuklir disamping mempunyai manfaat juga menyimpan potensi risiko, maka setiap personil yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus mempunyai kualifikasi yang memadai sesuai dengan lingkup kegiatan yang ditanganinya. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, petugas yang bekerja di instalasi nuklir dan fasilias pendukungnya wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh BAPETEN sehingga ada pembatasan bagi masyarakat untuk dapat bekerja di instalasi nuklir dan fasilias pendukungnya. Dalam mendapatkan izin bekerja terdapat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon petugas. untuk memperoleh izin bagi petugas pada instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya diharuskan menjalani kursus, dan pengujian untuk membuktikan kualifikasinya. Penyelenggaraan kursus sebagaimana dimaksud di atas dapat diselenggarakan oleh lembaga kursus yang telah diakreditasi oleh BAPETEN, kemudian sertifikasi personil atau petugas yang dapat bertindak sebagai PPR, Operator atau Supervisor Reaktor dilakukan oleh BAPETEN. Surat izin yang dikeluarkan oleh BAPETEN memiliki jangka waktu tertentu dan diwajibkan bagi petugas yang akan mengajukan perpanjangan surat izin untuk mengikuti penyegaran dengan tujuan menilai konsistensi kompetensi dari petugas yang bersangkutan. Dengan demikian dari segi kualitas dan kompetensi petugas di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya sudah tertata dan terkondisi dengan baik. Dengan demikian peran petugas atau SDM terkait dengan pengelolaan lingkungan tinggal tergantung kedisiplinan dan kesadaran petugas untuk bekerja sesuai dengan perosedur dan mengutamakan faktor keselamatan dalam bekerja termasuk keselamatan lingkungan. 3.4. Sumber Daya Manusia di instansi terkait lingkungan Disebutkan dalam UU 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa segala hal terkait dengan tenaga nuklir diatur secara terpisah, hal ini memunculkan suatu persepsi bahwa tenaga nuklir dalam segala hal diatur secara khusus. Akan tetapi pada kenyataannya, pemanfaatan tenaga nuklir juga melibatkan intansi lain yang salah satunya adalah intansi terkait dengan masalah lingkungan sehingga pengaturan tenaga nuklir juga harus menyesuaikan dengan pengaturan lingkungan secara umum. Keadaan tersebut menuntut adanya kesiapan sumber daya instansi terkait untuk mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh kegaiatan di instalasi nuklir. Fenomena yang ada sekarang, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang tenaga nuklir hanya di Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan Badan Pelaksana. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu adanya pembinaan dan peningkatan kompetensi instansi tersebut dalam bentuk pelatihan atau kursus sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah lingkungan yang kemungkinan diakibatkan oleh kegiatan di instalasi nuklir dan fasilitas pendukungnya. 3.5. Dampak Negatif Sumber Daya Nuklir Pengembangan teknologi penyediaan energi harus diarahkan pada penggunaan sumber daya terbarukan (renewable) yang lebih aman serta memiliki dampak luas terhadpa kesejahteraan masyarakat. Penggunaan sumber daya nuklir untuk penyediaan energi dinilai tidak sesuai dengan program pembangunan berkelanjutan. Pilihan sumber daya nuklir sebagai pemenuhan kebutuhan energi nasional dinilai bukan pilihan yang tepat karena masih ada alternatif lain seperti teknologi yang memanfaatkan sinar matahari, angin, air, laut, dan bahan bakar nabati. Ilmuwan seharusnya mengembangkan teknologi penyediaan energi dengan menggunakan sumber daya terbarukan, bukan lagi mengandalkan batubara, fosil, dan nuklir. Sumber daya nuklir sangat beresiko, secara ekologi maupun sosial. Apalagi jika dikaitkan dengan kondisi Indonesia yang berada di wilayah bencana. Siapa bisa jamin kalau di Muria aman. Apa benar (PLTN) Muria tidak akan terkena gempa? Strategi pembangunan berkelanjutan harus mengoptimalisasikan sumber daya alam dan mendaur ulang sumber daya tak terbarukan, karena ciri utama pembangunan berkelanjutan adalah memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi. Ketiga aspek itu harus terus berkelanjutan sehingga dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Dalam pengelolaan sumber daya alam, harus emmperhatikan fungsi ekologinya. Jika memanfaatkan hutan, maka fungsi ekologi hutan tidak boleh hilang. Saat ini pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan semena-mena, sehingga fungsi ekologi terlupakan dan menimbulkan bencana. 3.6. Level-level Kecelakaan Nuklir International Atomic Energy Agency (IAEA) telah memperkenalkan 8 level skala kejadian kecelakaan nuklir agar menjadi informasi yang tepat terhadap masyarakat luas. Level level tersebut dikatagorikan berdasarkan tingkatan pengaruh/efek baik dalam PLTN itu sendiri maupun keluar PLTN. Delapan level tersebut adalah : Level 7 Level ini mengkatagorikan kecelakaan nuklir yang mengakibatkan efek yang sangat besar terhadap kesehatan dan lingkungan di dan sekitar PLTN. Yang termasuk dalam level ini adalah kecelakaan Chernobyl yang terjadi di Negara bekas Uni Soviet, sekarang Ukraina pada tahun 1986. Level ini bisa disamakan dengan kasus kecelakaan non-nuklir di Bhopal, India pada tahun 1984 dimana ribuan orang dikabarkan meninggal dunia. Level 6 Pada level ini, kecelakaan nuklir diindikasikan dengan keluarnya radioaktif yang cukup signifikan, baik PLTN maupun kegiatan industri yang berbasis raioaktif. Contohnya adalah kecelakaan di Mayak, bekas Negara Uni Soviet pada tahun 1957. Level 5 Level ini mengindikasikan kecelakaan yang mengeluarkan zat radioaktif yang terbatas, sehingga memerlukan pengukuran lebih lanjut. Contoh dari level ini yaitu kecelakaan/kebakaran pada rekator nuklir di Windscale, Inggris tahun 1957. Contoh lainnya yaitu kecelakaan di Three Mile Island yang merusak inti reaktor pada tahun 1979. Level 4 Level ini mengelompokkan kecelakaan nuklir yang mengakibatkan efek yang kecil terhadap lingkungan sekitar, inti reaktor dan pekerja (sesuai dengan batas limit yang diizinkan). Beberapa contoh kejadian kecelakaan dalam level ini yaitu kecelakaan pada : • Sellafield (Inggris), terjadi sebanyak 5 kali dari 1955 sampai 1979 • PLTN Saint-Laurent (Perancis) tahun 1980 • Buenos Aires (Argentina) tahun 1983 • PLTN Tokaimura (Jepang ) tahun 1999. Level 3 Kecelakaan yang dikelompokkan dalam level ini yaitu kecelakaan yang mengakibatkan efek yang sangat kecil dimana masih dibawah level/batas yang diizinkan, namun tidak ada perangkat keselamatan yang memadai. Contoh dari kecelakaan level ini yaitu kecelakaan pada THORP plant Sellafield di Inggris tahun 2005. Level 2 Kecelakaan pada level ini tidak mengakibatkan efek apapun keluar larea, namun tetap ada kontaminasi didalam area. Level ini juga mengindikasikan kecelakaan yang disebabkan oleh kegagalan untuk memenuhi syarat syarat keselamatan yang seharusnya ada. Contoh kecelakaan dalam level ini adalah kecelakaan pada PLTN Forsmark Swedia pada bulan Juli 2006 yang lalu. Level 1 Pada level ini, dikatagorikan kecelakaan yang merupakan anomaly dari pengoperasian sistem . Level 0 Pada level ini tidak memerlukan tingkat keselamatan yang signifikan dan relevan. Disebut juga sebagai “out of scale”. Keuntungan dan kekurangan PLTN Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah: • Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal) - gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas). • Tidak mencemari udara - tidak menghasilkan gas-gas berbahaya sepert karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate atau asap fotokimia. • Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal). • Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan. • Ketersedian bahan bakar yang melimpah - sekali lagi, karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan. • Baterai nuklir. Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN: • Risiko kecelakaan nuklir - kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building). • Limbah nuklir - limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dapat bertahan hingga ribuan tahun. BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat dikutip dari makalah yang berjudul Dampak yang Dihasilkan dari Sumber daya Nuklir yaitu sebagai berikut: - Prisip kerja PLTN serupa dengan pembangkit tenaga uap lainnya, yang berbeda adalah energi fosil yang dibakar untuk menghasilan uap tekanan tinggi adalah reaksi fisi dari uranium. Kelebihan dari PLTN dibandingkan PLTU berbahan bakar fosil adalan PLTN lebih ramah lingkungan walaupun sangat berpotensi resiko. - Presepsi yang terbangun dikalangan anggota masyarakat yang kritis terhadap keberadaan PLTN meliputi resiko yang ditimbulkan oleh PLTN dengan faktor-faktor antara lain kecelakaan reaktor, radiasi yang ditimbukan, limbah radioaktif, dampak sosial dan proliferasi. DAFTAR PUSTAKA http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2006/8/31/o2.htm http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=17411 http://www.pelangi.or.id/othernews.php?nid=2114 http://www.batan.go.id/bkhh/index.php/artikel/13-nuklir-masa-depan.html http://nuklir.wordpress.com/2007/12/28/level-level-kecelakaan-nuklir/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangkit_Listrik_Tenaga_Nuklir#Keuntungan_dan_kekurangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

k+f4o-