Selamat Datang Di Blog Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Blog ini merupakan kumpulan/arsip tugas kuliah dan juga r eferensi perkuliahan Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh

Jumat, 13 Maret 2009

Tugas Statistik Lingkungan_k+f4o-

STATISTIK LINGKUNGAN Nama : Eka Dharma Putra Fao NPM : 081402008 Fak/Jur : Teknik/Lingkungan Universitas : Serambi Mekkah Dosen : Irwansyah Putra, ST Mata Kuliah : Statistik lingkungan Tugas : Ke 4 (Ukuran Gejala Pusat dan Ukuran Letak)
Tabel nilai UTS Statistik Lingkungan untuk 45 orang Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah: Nilai Banyak Mahasiswa (fi) Titik Tengah (xi) fi X xi 53 - 60 6 56,5 339 61-68 8 64,5 516 69-76 8 72,5 580 77-84 7 80,5 563,5 85-92 8 88,5 708 93-100 8 96,5 772 Jumlah 45 3478,5 X = fi x xi fi = 3478,5 45 = 77,3 Maka untuk nilai UTS Statistik Lingkungan untuk 45 orang Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah diperoleh: Nilai Banyak Mahasiswa (fi) Titik Tengah (xi) Ci Ci X fi 53 - 60 6 56,5 0 0 61-68 8 64,5 1 8 69-76 8 72,5 2 16 77-84 7 80,5 3 21 85-92 8 88,5 4 32 93-100 8 96,5 5 40 Jumlah 45 117 X = Xo + P (Є x ci x fi) Є x fi = 56,5 + 8 (117} 45 = 56,5 + 8 (2,6) = 77,3 Rata Ukur X1 = 56,5 X2 = 64,5 X3 = 72,5 X4 = 80,5 X5 = 88,5 X6 = 96,5 Log V = Log 56,5 + Log 64,5 + Log 72,5 + Log 80,5 + Log 88,5 + Log 96,5 6 = 1,752 + 1,809 + 1,860 + 1,905 + 1,946 + 1,984 6 = 11,256 6 Log V = 1,876 V = 75,16

6 komentar:

  1. aku Eka Dharma Putra Fao Memanggil semua aneuk Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh untuk bergabung dalam blog ini.
    hehehehehe

    BalasHapus
  2. BAB I
    PENDAHULUAN


    Perkebunan kelapa sawit mempunyai potensi daya dukung untuk pengembangan peternakan, yaitu sebagai sumber pakan baik pakan hijauan maupun pakan dari limbah pengolahan minyak kelapa sawit. Salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah solid.

    Solid mengandung bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g. Pemberian solid dalam bentuk segar kepada sapi jantan memberikan pertambahan bobot badan harian (PBBH) 770 g/ekor/hari.

    Permasalahan utama pemanfaatan solid adalah tidak tahan lama disimpan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan menyimpannya dalam kantong plastik dengan kandungan oksigen terbatas.

    Pemanfaatan solid oleh petani dipengaruhi oleh sistem produksi ternak. Pemeliharaan ternak (sapi) sebagai usaha sambilan kurang menguntungkan apabila memanfaatkan solid sebagai pakan karena akan menambah biaya produksi, berupa biaya angkut dari pabrik ke lokasi peternakan. Kondisi ini dapat menghambat adopsi teknologi pemanfaatan solid. Solid akan dimanfaatkan secara luas oleh peternak apabila pemeliharaan ternak bersifat komersial misalnya penggemukan. Strategi yang dapat ditempuh untuk memaksimumkan emanfaatan solid sebagai pakan adalah melalui kemitraan antara petani dan pemerintah daerah ataupun pihak swasta.




    BAB II
    TINJAUAN PUSTAKA

    Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang berpotensi sebagai pakan ternak, serat perasan buah, tandan buah kosong, bungkil inti sawit dan solid. Bungkil inti sawit mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan energi kasar 4.230 kkal/kg, sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat (konsentrat). Serat perasan buah dan tandan buah kosong bersama-sama dengan cangkang biasanya dibakar dijadikan abu untuk di manfaatkan sebagai pupuk sumber kalium.

    Ampas sawit yang digunakan sebagai pakan ternak yaitu Lumpur sawit (solid). Solid merupakan salah satu limbah padat dari hasil pengolahan minyak sawit kasar. Namun solid biasanya sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat. Lumpur sawit adalah larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemanasan minyak mentah sawit. Bahan ini merupakan emulsi mengandung sekitar 20% padatan, 0,5 - 1 % sisa minyak dan sekitar 78 - 79% air.

    Solid sawit dapat diperoleh di pabrik kelapa sawit, diambil dengan menggunakan truk, dimana di bagian bak truk dilapisi dengan terpal agar supaya solid tidak tercecer pada saat dibawa atau kehujanan sehingga dengan mudah akan cepat ditumbuhi jamur dan belatung.









    BAB III
    METODOLOGI PENELITIAN


    3.1 BAHAN BAKU

    Bahan yang digunakan sebagai bahan baku pakan ternak yaitu:
    - Lumpur sawit (solid).

    Dibawah ini merupakan bagan proses pengolahan kelapa sawit:

    Gambar 3.1.1 Bagan proses pengolahan kelapa sawit

    Dari gambar diatas kita dapat mengetahui dari manakah lumpur sawit (solid) didapatkan dari suatu proses pengolahan minyak kelapa sawit.






    3.2 ALAT – ALAT YANG DIGUNAKAN

    Alat-alat dan juga transportasi yang diperlukan untuk mendapatkan solid yaitu:
    - Truk
    - Plastik
    - Terpal


    3.3. METODE PEROLEHAN SOLID DAN PEMANFAATANNYA

    Dibawah ini merupakan cara mendapatkan solid dan pemanfaatannya:
    - Solid dapat diperoleh dari Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) dengan cara diangkut menggunakan truk pengangkutan berkapasitas 5-6 ton.
    Keterangan: Bagian bak truk harus dilapisi dengan terpal .
    - Solid kemudian diangkut ke peternakan (kandang sapi). Selanjutnya sampai di kandang sapi disimpan dalam suasana anaerob menggunakan terpal dan diletakkan dibawah tempat beratap.
    Keterangan: Cara penyimpanan secara anaerob yang bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur dan kerusakan bahan.
    - Solid dijadikan/diberikan sebagai pakan ternak, baik dalam bentuk segar maupun pemberian solid segar secara terbatas.
    - Solid diberikan pada ternak sapi setiap pagi sebelum diberi rumput.


    3.4. PROSES YANG TERJADI PADA PEMANFAATAN AMPAS SAWIT MENJADI PAKAN TERNAK

    Proses yang terjadi yaitu secara kimia, fisika dan biologi.


    BAB IV
    KESIMPULAN


    Limbah kelapa sawit berupa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi untuk ternak karena mengandung protein kasar12,63% dan energi 154 kal/100 g, ketersediaannya melimpah, berkelanjutan, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

    Penyimpanan secara anaerob bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur dan kerusakan bahan. Cara penyimpanan ini dapat mempertahankan kualitas solid selama waktu penyimpanan 1-2 bulan.

    Solid mengandung bahan kering 81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g.

    Pemanfaatan ampas sawit menjadi pakan ternak diharapkan dapat mengurangi pencemaran lingkungan berupa limbah sawit.












    DAFTAR PUSTAKA

    http://primatani.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task= view&id=226&Itemid=66

    http://primatani.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=6&id=38&Itemid=56


    http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/FileUpload/files/inov_tek/ringkasan_sapi_sawit.doc

    http://www.onlinebuku.com/2008/10/20/daur-ulang-recycle-limbah/

    \http://www.google.co.id/search?hl=id&q=bagan+proses+pengolahan+minyak+kelapa+sawit&btnG=Telusuri&meta=cr%3DcountryID

    BalasHapus
  3. MAKALAH KONSEP TEKNOLOGI BERSIH

    BAB I
    LATAR BELAKANG


    Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.

    Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang  merupakan gabungan antara  serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
    Makalah ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang. Makalah ini saya beri judul KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
     


    Potensi dan Pemanfaatan Limbah  Serbuk Kayu
    Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring denganmeningkatnyajumlahpenduduk. Kebutuhan kayu untuk industriperkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3  (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan inidiperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antaralainmelaluikonsepthewholetreeutilization,disampingmeningkatkanpenggunaanbahanberlignoselulosa onkayu,danpengembanganproduk-produkinovatifsebagaibahanbangunan pengganti kayu.

    Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
    1.            Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
    2.            Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
    3.            Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari  jumlah bahan baku yang digunakan.

    Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000  menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan  kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).

    Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel.  Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang  ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.


    Dari Limbah Plastik Ke Plastik Daur Ulang

    Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia.  Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset.  Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum  digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.

    Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya.  Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).

    Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001). 

    Pemanfaatan limbah plastik dengan cara  daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam  bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).

    Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena  pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai  tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri  daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).

    Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.


    Pemanfaatan Limbah Kayu dan Plastik Sebagai Komposit Serbuk Kayu Plastik Daur Ulang

    Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit  serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).

    Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
    Serbuk Kayu Sebagai Filler

    Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat  mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks  (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.

    Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc  bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang  pemanfaatannya masih belum optimal.

    Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai  filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian   mengurangi    biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui

    Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).

    Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks

    Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui.  Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).

    Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan  plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset  dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena  daur ulang.    Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).

    BAB II
    PROSES PEMBUATAN

    Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni.  Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
    Diagram proses dasar  pembuatan produk disajikan pada gambar 1.
     
    Gambar 1: Diagram Proses Dasar Pembuatan Produk.


    Penyiapan filler

    Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan  tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.

    Penyiapan Plastik Daur Ulang

    Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit.

    Blending (Pengadonan)

    Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.

    Pembentukan komposit

    Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.

    Pengujian Komposit

    Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit. 

    Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).  

    Hasil-hasil Penelitian

      Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga  tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu  berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.

    Penelitian mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang.  Hasil- hasil penelitian  dirangkum sebagai berikut : 

    Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel.  Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50  dengan  penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.

    Sulaeman (2003), meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap.

    Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan

    Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.

    Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan komposit kayu plastik  yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan modifier/compatibilizer,  inisiator,  penentuan variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana penelitian).


    BAB III
    PENUTUP

    Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang  diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
     



















    DAFTAR PUSTAKA

    [BPS] Badan Pusat  Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
     
    [DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
     
    Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture.  Tidak dipublikasikan
     
    Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
     
    Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of  Agriculture.
     
    Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty  at Tsubuka 36(11): 976-982.
     
    Hartono ACK. 1998.  Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
     
    Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing.  San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
     
    Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of  Plastic, Elastomer and  Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
     
    Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth  International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei  1997.  Wisconsin: Forest Product Sociaty.  hlm 144-155.
     
    Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains.  Program Pascasarjana IPB, Bogor.
     
    Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
     
    Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
     
    Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
     
    Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
     
    Strak NM,  Berger MJ.  1997. Effect of particle  size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison,  12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty.  hlm 134-143.
     
    Sulaeman, R. 2003.  Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
     
     Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik.  [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
     
    [YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia.  Jakarta
     
    Youngquist JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.

    tumoutou.net/702_07134/dina_setyawati.htm - 93k
     
     

    BalasHapus
  4. Nama : Eka Dharma Putra Fao
    NPM : 0814020008
    Fakultas: Teknik
    Jurusan : Lingkungan
    Universitas : Serambi Mekkah Banda Aceh
    Mata Kuliah : Manajemen Lingkungan
    Dosen : Muhammad Nizar, ST
    Tugas : Berikan Komentar atau Tanggapan Anda Mengenai Undang-undang Persampahan


    Tanggapan Positife:

     Menanggapi pernyataan Presiden point (d): Bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggungjawab dan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efesien.

    Bahwasanya kepastian hukum merupakan tolak ukur terwujudnya pengelolan sampah secara baik dan benar tanpa pandang bulu. Tanggungjawab dan kewenangan sangat diperlukan agar masing-masing kita dapat, mampu dan mengetahui tugas dan tanggungjawab kita.

     Undang-undang Repoblik Indonesia nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah merupakan suatu peraturan perundangan yang komplek menjangkau setiap individu. Baik itu merupakan individu sebagai masyarakat maupun undividu sebagai pemerintah yang mempunyai tanggung jawab dan kewenangan.

     Sebagai action solalisasi , juga terdapat definisi dari sampah itu sendiri sehingga masyarakat dapat memahami secara jelas yang manakah yang dikatakan sampah tersebut.

     Tujuan dari pengelolaan sampah juga tertera pada pasal 3dan 4, sehingga kita mempunyai target dalam mengelola persampahan. Hal tersebut juga dapat menumbuhkan semangat kita guna pengolahan persampahan tersebut.

     Pasal 12 ayat 1 menyatakan: Setiap orang dalam pemgelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
    Pasal tersebut diatas jelas menerangkan bahwasanya sampah rumah tangga wajib dikurangi dan melakukan pengolahan dengan baik. Fenomena yang terjadi sekarang adalah sampah domestik hanya dikelola sebatas tidak menganggu ekosistem perkarangan rumah masyarakat dalam pemahaman yang sangat sempit. Hal tersebut disebabkan kurangnya pengatahuan masyarakat mengenai wawasan lingkungan dan tiadanya kesadaran akan pelestarian lingkungan.

    Berbeda dengan sampah perindustrian, prinsip ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya membuat pemilik industri enggan melakukan pengolahan sampah dikarenakan membutuhkan biaya tambahan.

     Pemberian insentif dinilai dapat mensupport masyarakat untuk melakukan pengelolaan sampah, saperti yang tertera pada pasal 21.





    Tanggapan Negatife:

     Mengenai hak dan kewajiban perorangan (masyarakat) yang diterangkan dalam pasal 11 ayat 1,b: Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan dan pengawasan dibidang pengelolaan sampah.
    Yang menjadi pertanyaan yaitu: Apakah Mahasiswa-mahasiswi juga termasuk dan mempunyai hak dan kewajiban perorangan (masyarakat) untuk berpartisipasi disini? Apabila jawabannya adalah “YA”, tetapi mengapa dan kenapa setiap kebijakan hanya diterima oleh Mahasiswa-mahasiswi setelah rampung, siap pakai dan dipelajari didunia pendidikan saja?

     Perizinan seperti yang tertera dalam pasal 17 memerlukan penjelasan yang lebih terperinci lagi. Hal tersebut diperlukan guna pemahaman lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahfahaman mengenai perizinan tersebut.


    Sampah merupakan masalah lingkungan yang dapat mencemari lingkungan dan pada akhirnya mengakibatkan terjadinya bencana alam dan ketidakseimbangan ekosistem. Apakah membutuhkan perizinan jika kita akan mengelola sampah dengan benar?

     Pasal 32 ayat 2,b menjelaskan tentang uang paksa. Apakah pelanggaran terhadap Undang-undang Republik Indonesia no 18 Tahun 2008 dapat secara mudah dibebaskan apabila pelaku telah menyerahkan uang paksa?

     Penyelesaian sengketa diluar pengadilan seperti yang tertuang dalam pasal 34 merupakan ruang/celah pelanggar hukum melakukan pelanggaran pengelolaan persampahan.

     Ketentuan Pidana seperti yang tercantum dalam pasal 39, 40, 41 dan pasal 42. Apakah hanya merupakan Dokumen belaka? Ataukah benar akan penerapannya?

     Perumusan atau konsep undang-undang, selayaknyalah dapat dipahami oleh setiap kalangan masyarakat, dikarenakan undang-undang tersebut ditujukan kepada semua kalangan masyarakat.


    Saran:

     Guna tercapainya pasal 29 ayat 1.g: membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah, diperlukan peran aktif aparatur Desa untuk memantau masyarakat desa tersebut.

     Diperlukan sosialisasi lewat media-media yang dapat diacces oleh masyakat.

     Memasukkan kurikulum Pengolahan Persampahan disetiap Sekolah Dasar, Lanjutan, Menengah dan Perguruan Tinggi.

    BalasHapus
  5. bsa bgikan yang bentuk pdf nya gak? soal nya pas bgt ma skripsi aq

    BalasHapus
  6. wah mbak...sy tu lgi cari2 materi ttg solid, yach...buat TA sy!!kebetulan jurusan qt sama!!
    kira2 sy bisa dapet info lebih ttg solid dmna y??

    Marlinda_b_tb06@yahoo.co.id

    BalasHapus

k+f4o-